Minggu, 15 Januari 2012

Anak kena epilepsi


 


Tak jarang banyak orangtua yang frustasi begitu mengetahui anak mereka mengidap epilepsi atau kita lazim menyebutnya ayan.
Bayangan kejang-kejang mendadak yang menakutkan dan masa depan suram langsung berkelebatan.
Meski tak ada pengobatan yang benar-benar menyembuhkan epilepsi, dengan bantuan pengobatan yang benar, sekitar 80% anak-anak yang mengidap penyakit ini mampu hidup normal.
 
"Kita tak punya obat untuk menyembuhkan epilepsi, dan malangnya terapi serangan mendadak praktis tak ada. Cuma ada cara bagaimana mengelola serangan itu," kata William R. Turk, MD, Kepala Divisi Neurology di  Nemours Children's' Clinic, Jacksonville, Florida. "Tapi pada anak, tetap ada peluang. Jika orangtua dapat memberikan pengobatan tepat, serangan mendadak mungkin bisa dienyahkan."
Pandangan yang selama ini berkembang, epilepsi adalah sebuah penyakit turunan yang menular dan tidak bisa diobati. Ternyata hal ini dibantah oleh dua dokter anak yang merupakan pakar saraf anak FKUI/RSCM Jakarta, yakni Dr. Hardiono S Pusponegoro, Sp A dan Dr. Irawan Mangunatmadja, Sp A. Menurut kedua pakar tersebut, epilepsi bisa disembuhkan dengan total dan hanya 1% dari total penyandang epilepsi di Indonesia yang diturunkan secara genetika atau keturunan. Dan deteksi serta perawatan yang dini bagi penyandang epilepsi, terutama sejak balita sangat efektif menyembuhkannya dari penyakit epilepsi secara total.

Dr. Hardiono pernah memiliki pasien yang berobat padanya sejak kecil, dan sampai pasien itu SMA semua berjalan dengan baik karena ia tidak pernah kambuh di muka umum bahkan sangat jarang walaupun tidak di muka umum. Namun sayangnya ketika pasien itu memasuki kelas II SMU, ia harus bunuh diri karena tidak kuat menahan sanksi sosial dari masyarakat yang mengucilkkannya karena menganggap penyakit epilepsi yang diderita pasien tersebut menular dan semacam kutukan.

Hal ini tentunya sangat disayangkan oleh kedua dokter dan tidak sepatutnya terjadi. Oleh karena itu Anda harus mengubah cara pandang dan lebih aktif melakukan pendeteksian dini sejak balita agar epilepsi yang diderita balita Anda bisa diatasi dengan baik.

Salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan memperhatikan gerakan-gerakan yang dilakukan balita Anda sejak lahir. Kalau saja balita Anda sering melakukan gerakan-gerakan yang aneh tanpa sebab dan berulang-ulang maka segera hubungi dokter anak Anda untuk menanyakannya. Kemudian perhatikan juga jika ia mulai sering terkejut (kaget) tanpa sebab yang jelas dan mengulangi sampai beberapa kali.

Penyebab epilepsi pada bayi masih sulit untuk dirumuskan para dokter dan lazim disebut idiopatik, namun yang pasti mereka tidak melihat kaitan yang jelas antara orangtua yang epilepsi dengan anak-anak mereka yang menyandang epilepsi juga seperti digembar-gemborkan saat ini. Selain itu juga sangat kecil jumlah penyandang epilepsi akibat keturunan. Maka sejak kini, jangan kucilkan siapapun yang menyandang epilepsi karena hal ini tidak ada bedanya dengan penyakit-penyakit yang lainnya. Apalagi jika ia anak Anda atau orang yang dekat di hati Anda.
 
"Epilepsi
Bisa Disembuhkan"


Sekitar 400.000 anak di AS mengidap epilepsi, dan mereka dapat mengendalikan serangan mendadak itu serta mampu hidup normal.
Lalu bagaimana jika anak kena serangan mendadak? Biasanya serangan ini berlangsung amat cepat, dan Anda tak punya cukup banyak waktu untuk berbuat sesuatu. Peristiwa kejang-kejang, dengan mulut mengeluarkan busa, seringkali menjadi momen yang mencekam bahkan menakutkan. Tapi sebagai orangtua, Anda harus sigap jika serangan itu sewaktu-waktu datang.

Katarak — Kabut Pada Mata

Katarak adalah suatu jenis penyakit pada mata karena Lensa mata menjadi keruh sehingga menghalangi Cahaya yang masuk. Penglihatan penderita katarak menjadi terganggu dan bahkan bisa menjadi buta bila semakin parah dan tidak ditangani secara baik. Penyebab kekeruhan yang terjadi pada lensa mata bisa bermacam-macam, bisa terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa),denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Faktor Penyebab dan proses terjadinya katarak
Katarak sebagian besar terjadi karena factor usia atau penuaan, namun katarak bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
  • Katarak traumatic:disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
  • Katarak sekunder: disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau penyakit kencing manis (diabetes mellitus).
  • Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
  • Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
  • Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.
Gejala Penyakit Katarak

Gejala penyakit katarak biasanya berupa keluhan penurunan kemampuan pengelihatan yang terjadi secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan berkabut seolah-olah melihat asap dan pupil mata berwarna keputih-putihan. Selanjutnya apabila katarak telah semakin buruk pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-).
Bila katarak tidak segera ditangani dan dibiarkan maka jelas akan mengganggu kemampuan melihat dan kemungkinan juga dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Pengobatan
Obat – obat katarak berupa obat tetes mata, vitamin atau anti oksidan hanya menghambat proses bertambah matangnya katarak, tetapi tidak dapat mengurangi atau menghilangkan katarak. Opersi katarak dilakukan jika penglihatan sudah mengganggu pasien, tidak harus menunggu sampai katarak matang. Katarak tidak dapat diatasi dengan laser, akan tetapi harus dengan pembedahan untuk mengeluarkan lensa yang keruh tersebut, kemudian diganti dengan lensa tanam buatan. Operasi katarak dapat dilakukan dengan mikroskop dan mesin fakoemulsifikasi, yang memafaatkan getaran ultrasonik untuk menghancurkan katarak. Tindakan laser dapat digunakan setelah operasi katarak, apabila kapsul lensa mengalami kekeruhan.

TBC

TBc atau dikenal juga dengan Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA nama lengkapnya  Mycobacterium Tuberculosis.

Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh ,namaun kuman ini paling sering menyerang organ Paru.

Infeksi Primer terjadi pada individu yang sebelumya belum  memiliki kekebalan tubuh terhadap  M Tuberculosis

Basil TBC terhisap melalui saluran pernapasan masuk kedalam paru ,kemudian basil masuk lagi ke saluran limfe paru dan dari ini basil TBC menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Melalui aliran darah inilah basil TBC menyebar keberbagai Organ tubuh.

Bagaimana mengetahui kita terserang TBC ?
TbC dapat kita diagnosa  melalui pengkajian dari gejala klinis ,pemeriksaan fisik ,gambaran radiologi atau Rontgen Paru  dan pemeriksaan laboratorium klinis maupun bakteriologis.

Gejala klinis yang sering ditemui pada tuberculosis paru adalah batuk yang tidak spesifik  tetapi progresif.
Pada pemeriksaan fisik kadang kita dapat menemukan suara yang khas tergantung seberapa luas dan dan seberapa jauh kerusakan jaringan paru yang terjadi.

Pemeriksaan Rontgen dapat menunjukkan gambaran yang bermacam macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari Tuberculosis Paru.

Pada pemeriksaan laboratorium  ,peningkatan  Laju Endap Darah dapat menunjukan  proses yang sedang aktif ,tapi laju endap darah yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses Tuberculosis.

Penemuan adanya BTA pada Dahak , bilasan bronkus ,bilasan lambung ,cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC Paru.
Sering dianjurkan untuk pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali  untuk dahak yang diambil pada pagi hari.

Pengobatan TBC Paru :
Pengobatan bertujuan untuk menyembuhkan ,mencegah 
kematian ,dan kekambuhan.
Obat TBC yang utama adalah Isoniazid ,Rifampisin ,pirazinamid ,streptomisin dan etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan yang biasa digunakan adalah kanamisin ,kuinolon ,makroloid dan amoksisilin di kombinasikan dengan klavulanat.
Pengobatannya secara keseluruhannya dapat mencapai 12 bulan.

Penyakit Diabetes Mellitus (DM)

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

  • Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

  • Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

    Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

    1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
    2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
    3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
    4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
    5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
    6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
    7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
    8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
    9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
    10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

    Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.

    Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.

  • Tipe Penyakit Diabetes Mellitus

  • 1. Diabetes mellitus tipe 1
    Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.

    Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.

    2. Diabetes mellitus tipe 2
    Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

    Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

  • Kadar Gula Dalam Darah

  • Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.

    Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.

    Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.

    Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.

  • Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes

  • Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).

    Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

    Bronkopneumonia

    Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat. Munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik, ditemukannya organisme-oeganisme yang baru (seperti Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia, dan ini juga menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Pasien peminum alkohol, pasca bedah, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus juga mudah terserang penyakit ini.1
    Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Tetapi, klasifikasi pneumonia infeksius atas dasar etiologi dugaan atau yang terbukti secara diagnostik atau terapeutik lebih relevan.2,3,7
    Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia).4
    Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 5,6
    DEFINISI
    Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.8
    EPIDEMIOLOGI
    Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia.4
    Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.3
    Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.1
    ETIOLOGI
    Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi (tersering) :
    -         Bakteri    : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa.
    -         Virus       : Respiratory Synctitial Virus, Adenovirus, Cytomegalo virus, Virus infuenza B.
    -         Jamur      : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species dll.4
    KLASIFIKASI
    Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
    1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
      1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
      2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
      3. Pneumonia aspirasi.
      4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
    2. Berdasarkan bakteri penyebab:
      1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
      2. Pneumonia virus.
      3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
    3. Berdasarkan predileksi infeksi:
      1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
      2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
      3. Pneumonia interstisial.
    PATOGENESIS
    Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.1,3
    Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
    1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
    2. Inhalasi aerosol yang infeksius
    3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
    Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.1
    Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
    1. Susunan anatomis rongga hidung
    2. Jaringan limfoid di nasofaring
    3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
    4. Refleks batuk
    5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
    6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
    7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
    8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
    Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3
    Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7
    A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
    Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
    B. Stadium II (48 jam berikutnya)
    Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
    C. Stadium III (3 – 8 hari)
    Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
    Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
    D. Stadium IV (7 – 12 hari)
    Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
    GAMBARAN KLINIS
    Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
    Pada  bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
    Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3
    PEMERIKSAAN LABORATORIUM
    1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
    2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
    3. Peningkatan LED.
    4. Kultur  dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
    5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.3,7
    DIAGNOSIS
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
    Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
    • Pneumonia sangat berat :
    → bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
    • Pneumonia berat :
    → bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
    • Pneumonia :
    → bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
    -         > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
    -         > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
    -         > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
    • Bukan Pneumonia :
    → hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.3,4

    Dermatitis

    adalah suatu kondisi umum yang biasanya tidak mengancam jiwa atau menular. Tapi kondisi ini dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan percaya diri. Langkah perawatan diri dan obat-obatan dapat membantu mengobati penyakit dermatitis.
    Pengertian dermatitis adalah istilah umum yang menggambarkan suatu peradangan pada kulit. Ada berbagai jenis dermatitis, termasuk dermatitis seboroik dan dermatitis atopik (eksim). Meskipun gangguan tersebut dapat memiliki banyak penyebab dan terjadi dalam berbagai bentuk, gambaran klinis yang ditimbulkan antara lain bengkak, memerah dan kulit gatal.
    &lt;p&gt;Your browser does not support iframes.&lt;/p&gt;
    Dermatitis adalah istilah yang luas yang mencakup berbagai gangguan yang semua mengakibatkan ruam, merah gatal. Beberapa jenis dermatitis hanya mempengaruhi bagian tertentu dari tubuh, sedangkan yang lain dapat terjadi di mana saja. Beberapa jenis dermatitis memiliki penyebab yang diketahui, sedangkan yang lainnya tidak. Namun, penyakit dermatitis selalu berhubungan dengan kulit yang bereaksi terhadap kekeringan berat, menggaruk, zat iritasi, atau alergen. Biasanya, substansi yang datang dalam kontak langsung dengan kulit, tetapi kadang-kadang substansi juga datang karena ditelan (seperti alergi makanan). Dalam semua kasus, menggaruk terus menerus atau menggosok akhirnya dapat menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit.

    Bagaimana Dermatitis Terjadi?

    Dermatitis mungkin merupakan reaksi singkat untuk substansi. Dalam kasus seperti itu dapat menghasilkan gejala-gejala, seperti gatal dan kemerahan, hanya beberapa jam atau hanya satu atau dua hari. Dermatitis kronis bertahan selama jangka waktu tertentu. Tangan dan kaki sangat rentan terhadap dermatitis kronis, karena tangan sering kontak dengan zat-zat asing dan kaki berada di bagian bawah yang kondisinya hangat lembab sehingga penggunaan kaus kaki dan sepatu dapat mendukung pertumbuhan jamur.
    Dermatitis kronis dapat mewakili salah satu kontak, jamur, atau penyakit kulit lainnya yang tidak cukup di diagnosis atau diobati, atau mungkin salah satu dari beberapa kelainan kulit kronis yang tidak diketahui asalnya. Karena dermatitis kronis menghasilkan retak dan lecet di kulit, semua jenis dermatitis kronis dapat menyebabkan infeksi bakteri. Terdapat berbagai jenis penyakit dermatitis, namun dermatitis kontak dan dermatitis atopik merupakan jenis yang paling sering ditemukan.

    Rabies

    Pengertian dari Penyakit anjing gila atau yang dikenal dengan penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini bisa menular kepada manusia melalui gigitan.
    Asal kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno, yaitu rabhas yang artinya melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang berasal dari bahasa Indojerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang artinya marah. Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari kata benda robere yang artinya menjadi gila
    anjing gila
    Dalam sejarahnya, penyakit anjing gila atau rabies ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
    Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit yang menyerupai rabies.
    seseorang bernama Aristotle, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22, sebagai berikut
    “ …. anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi agresif dan semua binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama. ”
    orang orang yang pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisannya adalah Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid . Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi yang ada di air liur anjing yang terkena rabies. Pada penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm).Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung “cacing” dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi di tahun 1885 Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan
    anjing gila
    Penyebab Penyakit Anjing Gila atau Rabies
    Penyakit anjing gila atau Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Ciri utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang masih tinggi Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang. Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.
    Meskipun sangat jarang terjadi, rabies juga dapat menuliar melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.
    anjing gila
    Gejala penyakit anjing gila atau rabies
    Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.
    Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium:
    Stadium prodromal
    Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
    Stadium sensoris
    Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
    Stadium eksitasi
    Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
    Stadium paralitik
    Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.
    Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.
    Diagnosis
    Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test / dFAT) pada jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi. Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak memberikan keakuratan 100%. Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali post mortem diagnosis setelah hewan atau manusia yang terinfeksi meninggal.
    cara menangani penyakit anjing gila
    Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya
    gejala pertama.
    Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
    cara mencegahan penyakit anjing gila
    Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak dapat mematikan (letal)
    Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terkena gigitan Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
    * Dokter hewan.
    * Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
    * Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan
    * Para penjelajah gua kelelawar.
    Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan.
    semoga artikel yang membahas mengenai anjing gila di atas, seperti, pengertian, sejarah, ciri-ciri, cara pencegahan penyakit anjing gila di atas dapat bermanfaat bagi anda yang membutuhkan.
    referensi : wikipedia.com